
Saat rakyat jumpalitan
Mengemis bensin eceran
Sedang dihadapan
Asing membagi recehan
Sambil berkata “kami adalah Tuan”
Duhhh…. perih jiwa
Melihat mbok minah menua
Tetap memikul kenaikan harga
Yang tak memberatkan mereka, katanya
Sekedar cabut subsidi, ungkapnya
Duuhh… lirih hati
Menyaksi raja berdasi
Bersarung berpeci
Menghindari demonstrasi
Yang dulu pernah mengungkap janji
Akan bahagia ditemui
Ayolah kawan!
Apa kabar suara kalian
Sudah habiskah tertelan gadget murahan
Tak ada lagi diskusi jalanan
Kampus kampus sepi obrolan
Sibuk urus perut kelaparan
Hingga intelektualitas tergadaikan
Ayolah sahabat!
Datangi saja itu pemegang mandat
Tanya dengan wajah terangkat
Tentang kesulitan rakyat
Yang makin berat
Yang nyaris wafat
Bersama nestapa yang menyemburat
Ayolah teman!
Hanya itu kah perjuangan?
Puas ditemui kurir pemegang kebijakan
Yang dulu keras anti penyuapan
Namun kini partisan
Yang Tidur dengan perut kekenyangan
Bahagia dapat kursi sisaan
Sungguh bangsa ini rindu kalian!
Yang tak sekedar gesit dikuliahan
Apalagi ngurus proyek kecil kecilan
Mulai bisnis fotokopian
Sampai bisnis penelitian
Yahh… Sekedar cari uang makan
Bukan!
Bangkitlah mahasiswa
Rakyat ini butuh pembela
Rakyat ini ingin dicinta
Oleh kalian kaum penuh intelegensia
Yang harus tetap lantang bersuara
Mendendangkan setiap duka
Agar mampu menutup semua luka
Sungguh kami menangis hari ini
Saat gerakan kalian terkebiri
Pada tujuan yang tak pasti
Pada langkah yang tak kami pahami
Benarkah akan menumbangkan tirani?
Atau itu hanya sekedar panggung orasi
Yang kalian beli dengan harga diri?
Saat ini, kalianlah pemegang panji
Jangan pula tanya dimana posisi kami
Kami telah korosi
Habis dilahap birokrasi
Sial terjebak politisi
Sebagian lagi
Sibuk mencari piti dari korporasi
Kami sudah mati
Terkubur tanpa kotribusi
Sekedar membalut caci
Dengan puisi kini
Kami tunggu cerita heroik kalian BEM SI
Untuk jadi kisah penutup malam ini
Surabaya, 13 Januari 2017