Posted on: November 5, 2008 Posted by: Faik Comments: 0

Sudah saatnya kita mendokumentasikan hutan Indonesia. Bukan untuk ikut sayembara fotografi, ataupun sekedar menjalankan hobi. Dokumentasi itu akan menjadi arsip pribadi keluarga. Karena dalam kurun waktu dua dekade kedepan, hutan Indonesia kemungkinan besar akan musnah. Karya spektakuler tuhan ini, akan lenyap dilahap kerakusan dan egoisme manusia. Mulai dari daerah paling timur hingga ujung aceh, illegal logging merajalela. Bisingnya mesin-mesin pemotong, membuat risih telinga. Meski demikian, banyak aparat yang tutup mata atau ’ditutup matanya’ terhadap praktek-praktek ini semua.

Saat ini, Indonesia tercatat dalam buku rekor dunia Guinness edisi 2008 sebagai negara yang hutannya paling cepat mengalami kerusakan (deforestasi). Dalam buku tersebut tertulis, dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan dunia, negara yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia. Study World Resource Institute juga mencatat bahwa republik ini telah kehilangan hutan alam sekitar 72 persen dengan laju kerusakan hutan mencapai 1,6 juta hektar per tahun pada periode 1985-1997. Kerusakannya semakin menjadi pada periode 1997-2000 yang mencapai 3,8 juta hektar per tahun. Walaupun sejak tahun 2000 laju kerusakan telah turun, negeri ini masih menjadi Negara dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Antara tahun 2000-2005 tingkat kehancuran hutan mencapai 1,8 juta hektare per tahun. Artinya setiap hari Indonesia kehilanga 51 kilometer persegi atau setara dengan enam lapangan sepakbola permenitnya. Kita yang mengetahui fakta ini tentu sangat terkejut, geram dan sedih. Amanah tuhan berupa hutan beserta ekosistem didalamnya, dilumat habis keangkuhan manusia.

Tak dipungkiri jika kehancuran hutan tidak melulu dilakukan manusia. Kemarau panjang yang mengakibatkan kebakaranpun turut andil menggerus asset rakyat ini. Tapi, kitapun memahami jika persentase pristiwa tersebut sangatlah kecil. Berbeda dengan praktek pengelolaan hutan oleh swasta tanpa pengawasan, illegal logging yang terus menjamur, hingga alih fungsi hutan untuk pertanian, pertambangan dan pemukiman. Aktivitas-aktivitas tersebut mengambil andil terbesar terhadap kehancuran hutan tropis kita.

Salah satu penyumbang kerusakan hutan di Indonesia adalah bisnis pertambangan Operasi pertambangan yang dilakukan di Indonesia telah menimbulkan berbagai dampak negatif. Hal ini terjadi karena operasi pertambangan dilakukan secara terbuka (open pit) sehingga pembuangan limbah secara langsung ke alam menimbulkan akibat berupa kerusakan alam permanent.

Bukan hanya itu, pertambangan juga dirasakan kurang memberi manfaat bagi warga sekitar. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang digunakan mayoritas berasal dari luar daerah. Akibatnya, perekonomian warga sekitar hutan tetap berjalan ditempat. Lalu apa yang bisa dibanggakan dari investasi ini.

Kerusakan hutan Indonesia yang nyaris tak tertolong lagi ini, semakin diperparah dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2008 tanggal 4 Februari lalu. Pada intinya, PP tersebut mengatur tentang tarif kompensasi penggunaan hutan lindung untuk keperluan investasi seperti untuk keperluan tambang terbuka, tambang bawah tanah, jaringan telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol. Hebatnya, PP ini menetapkan kompensasi harga lebih murah dari pisang goreng Rp 120-300 permeter persegi setahunnya. Dan setelah hampir setengah tahun PP ini berjalan, kita tak pernah tahu total hutan lindung yang tergerus.

 

Saatnya Pemuda Memainkan Peran

Sebagai generasi harapan, pemuda dituntut untuk turut peduli terhadap kelestarian lingkungan, khususnya hutan. Hal ini penting untuk membentuk gerakan bersama penyelamatan hutan Indonesia yang diambang kemusnahan. Selain langkah-langkah advokasi sosial, pemuda juga dituntut menyatukan gerakan dan mensistematisasikan gerakannya secara konkret terencana dan terukur.

Gerakan yang selama ini dilakukan sekelompok pemuda dalam menyerukan pelestarian hutan, sudah cukup membumi. Namun, gerakan yang insidentil atau pada momentum khusus seperti peringatan hari bumi, tidak akan memberikan efek massif dalam paradigma dan pola fakir masyarakat. Harus ada gerakan konstruktif progressif yang kuat menyeleruh dan terus menerus untuk merubah paradigma masyarakat, termasuk pemerintah, yang selama ini manganggap hutan sebagai lahan potensial yang terus dieksploitasi. Kita tentu tahu pristiwa dimana terjadi eksodus warga desa menujui hutan lindung di daerah Bombana demi mengejar serpihan emas. Masyarakat yang terus dibelit kemiskinan tentu menganggap hal ini adalah kesempatan besar untuk memperoleh keuntungan. Tapi banyak yang lupa mengingatkan terkait tercemarnya sumber air disana akibat penggunaan air raksa. Belum lagi ancaman banjir lumpur hasil menimbang emas massal. Tentu kerusakan hutan yang terjadi, tidak sebanding dengan keuntungan yang diraih masyarakat.

Para pemuda, seharusnya melihat pristiwa ini sebagai peluang untuk mengambil sedikit peran demi kelangsungan hutan Indonesia. Pemuda-pemuda Bombana khususnya, harus juga turut eksodus menuju tempat pencarian emas disana. Bukan untuk ikut serta mencari logam mulia itu, tapi berperan sebagai relawan social yang memberikan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan demi kehidupan. Dengan pendekatan emosional yang baik, diharapkan gerakan ini dapat menyadarkan para penambang emas dan Mereka mau kembali kepada aktivitasnya terdahulu.

Selain sebagai relawan penyuluh, pemuda Indonesia harus bersikap tegas menentang segala bentuk penambangan dihutan Indonesia. Selain tidak memberi manfaat bagi rakyat karena keuntungan penambangan diboyong investor kenegara asalnya, dampak dari penambangan akan sangat menyengsarakan rakyat. Tentu masih lekat dipikiran kita pristiwa pencemaran laut di buyat, NTB. Rakyat tidak memperoleh keuntungan dari penambangan yang dilakukan Newmont. Justru penyakit aneh dan kerusakan alam yang mereka nikmati. Untuk itu, gerakan advokasi berupa desakan terhadap pemerintah untuk menghentikan segala bentuk ekspoitasi hutan, harus terus dilakukan. Disamping itu, para pemuda aktivis juga harus melakukan gerakan dijalur litigasi berupa pengajuan judicial review, class action hingga tuntutan pidana terhadap para perusak lingkungan.

Hutan merupakan pertahanan terakhir ditengah gempuran perusahaan pertambangan. Keanekaragaman hayati, daerah resapan air, dan sumber-sumber kehidupan masyarakat, terancam punah akibat ekspoitasi besar-besaran yang tidak terukur dan terencana. Bahkan, banjir dan tanah longsor sebagai akibat kerusakan hutan, akan terus menelan ratusan nyawa dan merugikan negara trilyunan rupiah. Belum lagi limbah pertambangan yang beracun dan berbahaya, menetap selamanya dan menjadi ancaman bagi generasi yang akan datang. Akankah kesengsaraan ini terus bergulir hingga tak ada lagi hutan yang bisa dirambah. Atau kita memilih untuk menjaga warisan bumi ini agar kelak bisa dinikmati anak cucu nantinya. Lewat momentum sumpah pemuda, kita kampanyekan ” STOP EKSPLOITASI HUTAN INDONESIA ”

-Anggota Posbakum AAI Lampung-

 

Leave a Comment