Posted on: August 3, 2015 Posted by: Faik Comments: 0

”Bermimpilah tentang refokrasi, karena kisahnya akan membangkitkanmu. Senandungkanlah ia selalu, hingga lafadz igauan-mu pun tentang perubahan”

Sepuluh tahun silam suara perubahan itu hanya dianggap ilusi bahkan bahan olok-olok. Alih-alih mendukung reformasi birokrasi (refokrasi), mendengar layanan prima saja banyak yang alergi, hingga menista dan mencaci. Itulah tantangan yang dihadapi para perintis refokrasi di awal-awal perubahan bergulir. Bahkan dapat dikatakan Mereka memerankan lakon sebagai agroikos.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agroikos diartikan sebagai pemain yang berperan menjadi bahan tertawaan. Lakon seperti ini sering dilakukan di panggung-panggung komedi. Satu atau beberapa orang menjadi bahan olok-olok dan tertawaan bagi pemeran lain untuk memancing gelak tawa penonton. Tentu hanya sebagian penikmat status quo yang mengolok-olok para agroikos, sedangkan sebagian loyalis lainnya setia mendukung ide-ide perubahan yang Mereka gagas.

Itu cerita kelam, kini semangat itu menginspirasi. Meskipun disadari, belum seluruh anak negeri mengetahui. Stigma birokrasi sebagai lahan korupsi mulai bergeser jadi wahana mengabdi. Kesan layanan lambat dan berbelit, berubah menjadi layanan cepat tanpa pakai duit. Kini, seluruh punggawa perbendaharaan telah menyatu dalam satu barisan yang kokoh, termasuk Mereka yang dulu resisten terhadap refokrasi.

Perubahan itu takdir kehidupan. Mereka yang tidak berubah, akan tergerus zaman dan memfosil bersama kebaqaan. Itu juga proses yang harus dijalani organisasi dinamis seperti Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB). Semuanya belajar dari kesalahan sebelumnya, lalu menjelma menjadi sosok baru yang bebas dari kisah pilunya. Inilah yang saat ini tengah di-titi para treasurer. Pola lama yang selama ini menggurita dan membuat kelam birokrasi Indonesia, coba digusur dengan konsep baru yang lebih fresh dan mendukung terciptanya good and clean governance.

Sejarah perubahan di unit ini tidaklah berjalan mulus. Ketika awal perubahan dimulai, pemilik anggaran (satker) mengalami ke’galau’an akut. Bagaimana tidak, Mereka yang selama ini tahu ’beres’, kini dihadapkan pada berbagai aplikasi pengelolaan keuangan. Pimpinan Satker yang era ’bahela’ dengan sesuka hati mencairkan anggaran untuk kegiatan di luar peruntukan, kini harus taat dan disiplin mengelola anggarannya. Sehingga tidak mengherankan jika ada yang mengatakan bahwa refokrasi telah berjalan optimal di DJPB. Semua telah dibuktikan secara nyata, bukan manipulasi atau sekedar modus pencitraan diri. DJPB mengawali perubahan dengan mengubah mindset pegawai dengan branding image layanan cepat, tepat, tanpa biaya. Kemudian dilanjutkan dengan pemangkasan birokrasi dan penyederhanaan proses, hingga menyulap proses manual menjadi berbasis teknologi. Seluruh proses panjang yang menghabiskan banyak energi dan emosi tersebut, telah banyak dirasakan manfaatnya kini.

Lihatlah! Saat ini satker bangga ’menenteng’ laptop dan unjuk keahlian menjalankan aplikasi di depan pegawai baru. Tengoklah walau sejenak, senyum sumringah mereka yang menggambarkan kepuasan mereka terhadap layanan pegawai Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atau Kanwil DJPB di ruang front office (FO) nan nyaman itu. Kepuasan tersebut tercermin secara lebih nyata dengan hasil survei Universitas Indonesia tahun 2008 dan 2009 yang menempatkan DJPB sebagai unit dengan tingkat kepuasan tertinggi di Kementerian Keuangan dengan indeks masing-masing 4,17 dan 4,13 dari skala 1-5 atau masuk kategori sangat puas.

Kita tentu patut berbangga, stigma negatif yang melekat selama ini lambat laun mulai tergerus. Lebih dari itu, kesuksesan refokrasi DJPB telah banyak diapresiasi. Salah satunya dari lembaga anti rasuah yang menempatkan DJPB sebagai organisasi yang memiliki inisiatif anti korupsi (PIAK) terbaik di tahun 2010. Setahun berikutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menobatkan layanan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) KPPN sebagai layanan publik dengan integritas tertinggi dibandingkan 15 unit layanan tingkat Kementerian Negara/Lembaga lainnya. Ini tentu bukan apresiasi yang tiba-tiba didapat begitu saja. Seluruh penghargaan tersebut menjadi bukti komitmen, kesabaran dan ketangguhan jajaran DJPB dalam menjalankan dan mengawal refokrasi.

Lalu, usaikah perubahan itu kini? Hanya benda mati yang tidak lagi bergerak. Setelah layanan prima diapresiasi bahkan menjadi icon yang di-’gugu’ oleh lembaga pemerintah lainnya. DJPB telah memulai langkah selanjutnya untuk selalu jadi yang terdepan. Hal ini sesuai dengan visi ’jenderal’ organisasi ini yang ingin menjadikan DJPB sebagai pengelola perbendaharaan yang unggul di tingkat dunia. Ya, tingkat dunia, bukan lagi regional atau kawasan. Untuk mencapai visi tersebut, langkah-langkah strategis telah disusun. Di antaranya dengan meluncurkan Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN) sebagai icon baru DJPB yang menganut akuntansi berbasis akrual sebagai amanah Undang-undang Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003.

Secara sederhana, SPAN merupakan sistem yang mengintegrasikan data pengelolaan keuangan negara secara terpusat, transparan dengan validitas tinggi. Diluncurkannya SPAN merupakan kebutuhan urgent organisasi sekaligus jawaban atas beberapa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang meragukan data hasil olahan existing system. Hingga saat ini, SPAN telah di uji coba pada beberapa KPPN dengan hasil yang tidak mengecewakan. Meskipun masih terdapat beberapa kendala, namun secara umum piloting SPAN dapat berjalan dengan baik. Tentunya dengan kerja keras seluruh punggawa DJPB, SPAN diyakini akan menjadi catatan tinta sejarah kesuksesan refokrasi di Indonesia.

Dari sisi penerimaan negara, inovasi yang digadang-gadang saat ini adalah Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN-G2). Dua proyek besar ini, menjadi andalan bagi DJPB untuk menunjukkan kesungguhan dan kelanjutan refokrasi yang selama ini telah berhasil dijalankan. MPN-G2 memperlakukan satker sebagai pelanggan istimewa yang diberikan berbagai kemudahan bertransaksi. Jika sebelumnya satker harus mendatangi dan mengantri di bank atau kantor pos untuk membayar pajak atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan di launching MPN-G2 maka satker dapat bertransaksi di mana pun dan kapan pun melalui Automated Teller Machine (ATM), Electronic Data Center (EDC), atau Internet Banking. Satker hanya perlu menginput ID Billing dalam lembar konfirmasi pembayaran yang didapat dari aplikasi pajak atau PNBP MPN-G2 ke sarana pembayaran termudah, baik ATM, EDC ataupun internet banking. Kini membayar setoran pajak atau PNBP semudah membayar tiket perjalanan secara online.

Dilihat dari progress perubahannya, DJPB merupakan organisasi paling pesat mentransformasi dirinya. Hanya dalam tempo 10 tahun, organisasi yang menggawangi lebih dari delapan ribu pegawai ini melesat mengubah image birokrasi koruptif menjadi birokrasi yang menerapkan service excellent. Konsep layanan yang diterapkan DJPB tersebut, sesuai dengan konsep David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Mewirausahakan Birokrasi : Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke Sektor Publik, khususnya prinsip costumer driven government yakni layanan pemerintah yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan, bukan kepentingan birokrasi.

Setiap kesuksesan tetap memiliki kekurangan. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah upaya men’syiar’kan keberhasilan refokrasi ini kepada masyarakat luas. Bukan untuk me’riya’kan, tapi untuk membangkitkan optimisme masyarakat ditengah pemberitaan negatif terhadap pemerintahan saat ini. Masyarakat sudah selayaknya tahu bahwa reformasi di negeri ini sejatinya tidak mati suri. Ada bagian dari pemerintah yang memiliki komitmen kuat untuk mentransformasi dirinya menjadi pelayan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, perlulah mengalokasikan anggaran untuk sekedar menampilkan ’wajah’ DJPB di media massa, baik cetak, elektronik maupun advertising komersil. Hal ini diperlukan agar masyarakat mengetahui, selain menjadi kebanggan tersendiri bagi kita yang ber’almamater’ DJPB.

Telah banyak tinta sejarah yang ditorehkan, namun bahasa perubahan tidak mengenal kata henti. Menghadapi tantangan global di masa datang, DJPB tetap memerlukan langkah-langkah progressif lainnya. Beberapa terobosan yang dapat diterapkan di antaranya :

1. Drive Thru Service

Drive Thru KPPN/Kanwil DJPB ini khusus melayani pengambilan dokumen di KPPN/Kanwil DJPB. Sehingga satker yang memiliki mobilitas tinggi mendapatkan kemudahan mengambil dokumen di KPPN/Kanwil DJPB tanpa turun dari kendaraannya. Inovasi ini tentunya harus dilengkapi dengan layanan website tracking document, sehingga satker dapat men-track dokumen yang dibutuhkannya dan memilih mengambil langsung di FO atau via drive thru.

2. Web Cam Service

Pada layanan ini satker hanya perlu membuka website resmi KPPN/Kanwil DJPB. Dalam website tersebut tersedia tool layanan konsultasi via web camera secara live. Layanan konsultasi satker via web camera ini memiliki sensasi seperti konsultasi secara langsung di FO. Selain itu, pegawai KPPN/Kanwil DJPB juga mendapatkan kemudahan saat membimbing satker yang menghadapi kendala dalam mengoperasionalkan aplikasi.

3. Touchscreen Video Service

Layanan ini sebenarnya nyaris sama dengan Web Cam Service. Hanya layanan ini berbentuk layar monitor dengan sistem layar sentuh yang dipasang di halaman depan KPPN/Kanwil DJPB. Satker yang merasa nomor antrian untuk konsultasi di FO terlalu panjang, dapat berkonsultasi via layanan ini. Lebih lanjut, untuk satker yang hanya ingin menanyakan hal-hal singkat, cukup menggunakan layanan ini tanpa harus mengantri di Costumer Service KPPN/Kanwil DJPB.

4. Mobile Consulting Service

Konsep ini terinspirasi dari mobil ambulance gratis di mana pasien yang sakit dan tidak mampu mendatangi rumah sakit, dapat didatangi dan ditangani di rumahnya. Begitu juga untuk satker yang tingkat penyerapannya masih rendah atau satker yang pengelola keuangannya masih baru, dianggap pasien KPPN/Kanwil DJPB untuk kemudian dibina di kantornya dengan layanan konsultasi keliling. Dilengkapi dengan mobil yang didesain dengan perangkat lunak dan aplikasi yang dibutuhkan, maka satker dapat dibimbing oleh pegawai KPPN/Kanwil DJPB di kantornya sendiri.

5. Branding Image Unit

Refokrasi yang telah sukses dilaksanakan di DJPB butuh disampaikan kepada masyarakat. Salah satu caranya dengan mendesain KPPN Mobile dikelilingi layar elektronik sebagai iklan berjalan untuk menyosialisasikan berbagai informasi tentang DJPB, khususnya kesuksesan refokrasi yang telah diraih selama ini. Bahkan sisi depan gedung KPPN/Kanwil DJPB juga dapat dimanfaatkan sebagai media advertising, baik berupa layar hidup maupun papan reklame, guna lebih mengoptimalkan sosialisasi.

Refokrasi merupakan proses panjang. Untuk itu dibutuhkan ketangguhan, komitmen, inovasi berkelanjutan dan nafas kesabaran penggiat treasury. Mari lanjutkan proses ini, karena aroma ’kemenangan’ semakin menyengat. Yakinlah, kontribusi sekecil apapun itu, akan memberatkan timbangan kita di mahsyar kelak. Teruslah berkarya DJPB, sesungguhnya kami siap menjadikan pundak-pundak kami untuk mendukungmu menorehkan prestasi buat bangsa tercinta. Refokrasi memang berat di awal, tetapi akan indah di akhirnya.

Ditulis di Samarinda, Agustus 2014


(Juara II Lomba Menulis Satu Dekade Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan)

 

Leave a Comment